Bismillah
Allohumma Shalli ‘ala Muhammad
Sebelumnya penulis minta maaf, penulis membuat ini dengan berdasarkan imajinasi dan fiksi. Jadi bila ada ketidakcocokan atau kekurangan penulis, silahkan tulis di kolom komentar untuk didiskusikan.
Tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi penulis dan penelitian yang dilakukan terhadap pendidik, peserta didik dan lembaga pendidikan.
Telah diketahui, bahwa lembaga pendidikan ada 3, yaitu pendidikan informal, formal dan non-formal. Ada beberapa kesalahan di 3 Pendidikan di atas, di antaranya
Lembaga Pendidikan In-Formal
Sebelum seorang anak masuk ke dalam lembaga pendidikan formal, mereka pasti mengenyam pendidikan di dalam keluarga terlebih dahulu, yaitu pendidikan in-formal. Ada beberapa masalah yang penulis alami dan ketahui, diantaranya
1. Kurangnya kuantitas dan kualitas ibadah orang tua, sehingga
2. Kurangnya teladan atau uswah, sehingga
3. Kurangnya pendidikan agama untuk anak, seperti mengajarkan shalat,
4. Rendahnya pendidikan orang tua, sehingga
5. Rendahnya ilmu orang tua, sehingga
6. Anak tidak diajari ilmu Islam seperti hafalan qur’an, Bahasa arab, fikih, ushul fiqh, tauhid, yang kelak akan menjadi pondasi ketika mempelajari ilmu umum
7. Kurangnya pemahaman orang tua terhadap pentingnya pengenalan anak kepada Rasulullah dan para sahabat, dan salafus salih
8. Sehingga kurangnya rasa cinta dan keinginan untuk meniru fisik maupun psikis dari Rasulullah dan Sahabat dan salafus salih
9. Akibatnya, anak mengidolakan artis dan tokoh – tokoh yang tidak membawa manfaat
10. Sehingga kurangnya public figure pada jiwa anak
11. Rendahnya ilmu orang tua mengenai pendidikan, sehingga
12. Mendidik bukan berdasarkan ilmu, tapi hanya berdasarkan insting sebagai orang yang telah melahirkan
13. Orang tua sibuk mencari nafkah, sehingga
14.Kurangnya interaksi anak dengan orang tua yang akan melakukan transfer of experience, transfer of science, transfer of sense, dll, sehingga
15. Anak mencari kenyamanan di luar
16. Kurang pahamnya orang tua terhadap psikolgi anak, sehingga
17. Mendidik dan berinteraksi dengan anak dengan semau sendiri
18. Kurang pahamnya orang tua dengan era digital,sehingga
19. Tidak peduli dengan aktivitas anak dengan gadget nya yang tersambung dengan layanan internet unlimited yang terhubung dengan berbagai aplikasi yang belum mempunyai nilai manfaat bagi anak seperti youtube, facebook, twitter, whatsapp, dll. Dan game online maupun offline.
20. Biarpun orang tua sudah paham dengan era digital, akan tetapi belum paham dampak yang akan anak alami di pusaran era digital, sehingga menganggap anak akan baik – baik saja dengan gadget nya. Bahkan orang tua menganggap, pemberian gadget kepada anak adalah sebagai bentuk kasih saying, sehingga merasa berhasil dalam memberikan apa yang anak inginkan
21. Orang tua terlalu protektif atau mengekang terhadap anak, sehingga
22. Anak menjadi pribadi yang introvert atau tertutup, penakut, pesimis dan segala dampak buruk yang diakibatkan
23. Orang tua terlalu pasif, seperti memanjakan dengan menuruti segala apapun yang diinginkan, sehingga
24. Anak menjadi pribadi yang egois, tidak pernah terlatih dengan hidup kekurangan sehingga bersyukur dengan setiap keadaan. Sehingga hal ini justru menjadi boomerang bagi orang tua, ketika orang tua sudah tidak bisa memberikan apa yang anak pinta
25. Orang tua terlalu percaya kepada anak, sehingga
26. Orang tua menganggap anak selalu berbuat baik, tidak pernah salah, tidak pernah bohong, sehingga
27. Kurang diterapkannya ketegasan dan hukuman (punishment), sehingga
28. Anak merasa hidupnya bebas
29. Di lain sisi, orang tua Menganggap anak selalu salah, tidak bisa apa –apa, dan segala keburukan, sehingga
30. Selalu membandingkan dengan keberhasilan temannya, atau saudara kandungnya bukan dengan Bahasa motivasi, tapi Bahasa mencaci, karena
31. Orang tua tidak mau menghargai keberhasilan atau pun kebaikan anak walaupun sekecil apapun, sehingga
32. Tidak diterapkannya penghargaan (reward ) berupa fisik ( ex : kado, hadiah, dll), dan non – fisik ( ex : ucapan terimakasih, senyuman, pelukan, dll)
33. Orang tua terlalu percaya kepada lembaga pendidikan formal, sehingga
34. Orang tua tidak melakukan controlling di rumah yang berupa evaluasi kemampuan kognisi, afeksi dan psikomotor anak
35. Orang tua, kurang teliti dengan lembaga pendidikan formal yang akan menjadi tempat anaknya sekolah. Padahal harus diteliti tentang lingkungannya, gurunya
36. Akan tetapi orang tua selalu mengedepankan penilaian “baik” terhadap pendidikan formal dari segi mahal dan reputasi duniawi tanpa melakukan observasi.
37. Taraf ekonomi yang rendah, sehingga kesulitan untuk memasukan anak ke lembaga pendidikan terbaik yang didominasi oleh harga yang mahal
38. Orang tua selalu menganggap kecerdasan dari segi kognisi yang terutang dalam nilai rapot, tanpa melihat kecerdasan atau potensi anak dalam bidang lain, sehingga
39. Perjalanan hidup anak tanpa penggalian potensi, hanya sebatas mengikuti siklus pendidikan yang harus dilalui untuk menuju kematian, sehingga
40. Tidak adanya rasa cinta ilmu pada jiwa anak, yang ada hanya kesenangan yang bersiafat hewani. sehingga
41. Kurang pekanya anak terhadap kondisi dirinya sendiri yang membutuhkan ilmu, kondisi orang tua, kondisi saudarnya, kondisi lingkungannya, kondisi bangsanya, bahkan kondisi Agama Islamnya
Demikian beberapa kesalahan dalam pendidikan keluarga. Opini di atas, bisa jadi salah bisa jadi benar. Yang penting kita berusaha untuk berbenah, menghindari keburukan menuju kebaikan, dengan mencontoh Rasulullah, sahabat, salafus Salih dan ilmuan Muslim
bagi kita yang sudah dewasa, harus ucapkan terimakasih yang sebesar-besanya kepada orang tua kita yang telah mendidik kita semaksimal mungkin, dan yang terpenting karena mereka, kita mengenal Alloh dan Rasul-Nya
selanjutnya, Kesalahan - kesalahan di atas, kita berusaha jangan sampai dialami oleh anak-anak kita, agar mereka menjadi anak - anak yang solih, dan menjadi generasi penerus perjuangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
Wallohu a’lam
Ngubaidillah.,M.Pd
Bandung, 29 Juni 2018
Post a Comment
Post a Comment